Minggu, 29 September 2013

Pengembangan Ikan Non Konsumsi

KKP Gelar Pertemuan Untuk Pengembangan Perikanan Non-Konsumsi
19 September 2013
Produk kelautan dan perikanan konsumsi saat ini masih jauh lebih banyak dimanfaatkan daripada produk non-konsumsi, padahal potensi produk non konsumsi pun tak kalah menariknya. Karena itu, perlu ada upaya serius dalam mengembangkannya. Dalam rangka peningkatan kapasitas SDM di bidang produk kelautan dan perikanan non-konsumsi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam hal ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) dan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), mengadakan pertemuan dengan Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI), Rabu (18/9), di kantor pusat BPSDM KP, Jakarta. Hadir pada pertemuan itu pula stakeholder terkait dari Conservation International (CI), Coral Triangle Center (CTC), dan Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII).

Kepala BPSDM KP Suseno mengatakan, pertemuan ini diselenggarakan untuk mensinergikan pengembangan kapasitas pembudidaya produk kelautan dan perikanan non-konsumsi yang perlu diberdayakan oleh pemerintah, dalam hal ini KKP dan para stakeholder agar implementasinya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat. Ini merupakan kepedulian KKP terhadap produk non-konsumsi tersebut, seperti ikan hias, terumbu karang, dan mutiara. Menurut Suseno, Indonesia dikenal dengan kekayaan ikan hiasnya yang melimpah, karena 70% keanekaragaman ikan hias dunia dapat ditemukan di Indonesia. Menurutnya, perdagangan ikan hias Indonesia pada tahun 2012 mencapai US $ 58 juta dan total perdagangan ikan hias dunia saat ini mencapai US $ 5 milyar.

Karena itu, lanjutnya, guna meningkatkan kapasitas SDM Indonesia di bidang budidaya produk kelautan dan perikanan non-konsumsi, BPSDM KP menyelenggarakan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Pendidikan diberikan secara formal kepada peserta didik Program Studi Perikanan Budidaya di satuan-satuan pendidikan KKP di berbagai daerah di Indonesia. Adapun pelatihan diberikan kepada masyarakat pembudidaya melalui Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan dan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan se-Indonesia. Sementara itu, penyuluhan diberikan oleh para penyuluh perikanan yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia kepada masyarakat pembudidaya tersebut melalui bimbingan dan pendampingan. Kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan mendukung program-program unggulan KKP, seperti revitalisasi tambak berbasis teknologi modern dan Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan perikanan budidaya. Pendapat yang sama mengenai perlunya sinergi pemerintah dan stakeholder juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebyakto. Perlu adanya kesatuan visi dan misi antara pemerintah, asosiasi dan stakeholder ikan hias dalam mendukung industrialisasi ikan hias dan sekaligus menggalang komitmen untuk menyusun satu strategi nasional dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai produsen ikan terkemuka di dunia,” ujarnya.

Slamet menambahkan, salah satu upaya KKP dalam mengembangkan ikan hias, baik air tawar maupun air laut, diwujudkan melalui pengembangan kawasan Minapolitan ikan hias pada tahun 2011 di Blitar, Jawa Timur. Dalam pengembangan ikan hias menuju Industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economy, KKP senantiasa berupaya membangun dan menciptakan iklim berusaha yang baik dengan pendekatan penguatan sistem akuabisnis secara terpadu dari hulu (teknologi produksi, sarana dan prasarana) hingga hilir (pemasaran), termasuk menciptakan pola-pola kemitraan yang sehat antara pengusaha/swasta dan masyarakat (pembudidaya ikan, pemasar, hobbies dan eksportir). Dengan jumlah species ikan hias air tawar sebanyak lebih dari 450 species dari total 1.100 species ikan hias air tawar di dunia dan untuk ikan hias air laut Indonesia memiliki lebih dari 700 jenis species yang sebagian besar hanya terdapat di Indonesia. Potensi ini apabila ditangani secara serius antara pemerintah dan seluruh stakeholders ikan hias Indonesia maka Indonesia akan mampu menjadi eksportir terbesar di dunia.

Melalui kegiatan promosi dengan kontes dan lomba ikan hias serta pemberdayaan dan penguatan kelembagaan kelompok pembudidaya ikan hias diharapkan pembudidaya lokal tertantang meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi ikan hias, sehingga peserta tingkat nasional maupun international diharapkan dapat memacu pertumbuhan usaha ikan hias baik teknologi, sisi pemasaran ataupun sisi trading-nya yang mampu mengusung ikan hias Indonesia menuju go international. Di samping itu, kegiatan tersebut dapat menjadi wadah untuk membentuk jejaring kerja dengan menggalang persatuan sesama produsen, pemasar, dan eksportir serta lembaga terkait yang dapat meningkatkan harga jual dan menggairahkan pasar ikan hias nasional. Selain ikan hias, menurut Sekretaris Jenderal DIHI, Soeyatno, terumbu karang pun sangat perlu mendapat perhatian. Terumbu karang di dunia diperkirakan mencapai 284,300 km2. Terumbu karang dan ekosistem lain yang terkait, seperti padang lamun, rumput laut dan mangove adalah ekosistem laut terkaya di dunia. Wilayah Indonesia mempunyai sekitar 18% terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, terdiri dari 2.500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2.500 jenis Moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan. Sebagian besar terumbu karang dunia (55%) terdapat Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah. 14% di Karibia dan 1% di Atlantik Utara.
Terumbu karang Indonesia mencapai 60.000 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi, Bali dan Lombok, Papua, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat serta ujung barat daya Pulau Sumatera. Manfaat Terumbu karang antara lain  sebagai sumber makanan dengan protein tinggi, sumber bahan obat-obatan, sumber bahan bangunan, sumber penghasilan: berupa hasil tangkapan seperti ikan, udang dan agar-agar; usaha pariwisata seperti menyelam dan memancing, melindungi pantai dari hempasan ombak dan arus. Terumbu karang di Indonesia memberikan keuntungan pendapatan sebesar US$1,6 milyar/tahun. Nilai keseluruhan pelayanan dan sumber dayanya sendiri diperkirakan mencapai setidaknya US$ 61,9 milyar/tahun. Contoh lain dari produk non-konsumsi adalah mutiara. Para pembudidaya mutiara ini sudah terhimpun dalam organisasi yang bernama Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi). Mutiara South Sea Pearls (SSP) Indonesia memiliki keunikan, berupa warna maupun kilaunya yang mempesona dan abadi sepanjang masa, sehingga sangat digemari di pasar internasional. Indonesia merupakan produsen SSP terbesar yang memasok 43% untuk pasar dunia dan bersaing dengan Australia, Philipina, Myanmar, dan Malaysia. Menanggapi maraknya pemberitaan mengenai spesies ikan invasif karnivora, khususnya aligator dan piranha, DIHI mengajak seluruh stakeholder, termasuk Pemerintah Pusat dan Daerah, melakukan upaya preventif. Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2009, 11 jenis ikan piranha (characidae) masuk dalam 30 spesies ikan yang dilarang masuk Indonesia karena membahayakan kelestarian sumber daya ikan, lingkungan, dan manusia.

Dengan diselenggarakannya pertemuan ini, Suseno berharap dapat terciptanya sinergi pengembangan kapasitas pembudidaya produk kelautan dan perikanan non-konsumsi yang perlu diberdayakan oleh BPSDMKP, DJPB, DIHI, dan pihak-pihak terkait lainnya agar implementasinya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Senada dengannya, Slamet berharap, para stakeholder dapat menyumbangkan kontribusi pengalaman dan profesionalitasnya dalam pengembangan produk tersebut serta terus menerus melakukan upaya-upaya meningkatkan bisnis melalui kontes, pameran, bursa, perluasan akses pasar dan juga dapat mengedukasi masyarakat dalam mengembangkannya secara benar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar